Minggu, 23 Mei 2010

Tugas jurnal4. BSC. Seminar Knowledge Management th 2006

Merancang Knowledge Management Model dengan Balanced Scorecard: Dari Intangible Assets menjadi Tangible Assets.

Knowledge merupakan salah satu bentuk Intangible Asset yang sangat berperan dalam persaingan yang dialami oleh organisasi. Kesadaran akan pentingnya pengelolaan knowledge yang ada menjadi hal yang terkadang dilupakan oleh organisasi. Knowledge Management sebagai proses dalam organisasi mengumpulkan ase pengetahan (Knowledge Assets) dan menggunakan untuk mendapat keunggulan kompeitif. Ketika organisasi melakukan investasi yang besar terhadap usaha mengumpulkan aset pengetahuan (Knowledge Assets) maka organisasi harus dapat mengukur dampak knowledge manajemen (KM) terhadap organisasi (Tangible Outcomes) dan yakin bahwa apa yang dilakukan organisasi dalam rangka mengumpulkan aset pengetahuan sejalan dengan visi misi organisasi. Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dapat dignakan organisasi sebagai alat untuk mengembangkan KM, sehingga organisasi memiliki keyakinan bahwa KM yag dikembangkan dapat mendukung visi misi organisasi dan dapat menghasilkan tangible outcomes.
1. Balanced Scorecard, Intangible Assets, dan Knowledge Management
Keempat perspektif yang berperan dalam menciptakan baik Intangible asset maupun Tangible asset.
  • Perspektif Keuangan : kinerja organisasi dinilai dari sisi financial oleh stakeholdrnya secara umum dilihat dari dua hal yaitu maksimisasi penrimaan dan efisiensi pengeluaran.
  • Perspektif Pelanggan : kinerja organisasi dilihat dari sisi kepuasan customer. ukuran yang digunakan dalam perspektif pelanggan adalah nilai-nilai yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yang secara umum terbagi dalam tiga hal yaitu nilai-nilai yang erkandung dalam jasa dan layanan kepada customer, hubungan dengan customer, serta image yang melekat pada customer.
  • Perspektif Proses Bisnis Internal : merupakan proses internal yang dilakukan dalam membuat produk dan memberikan layanan proses internal setidaknya meliputi memproduksi dan memberikan layanan dan kemampuan proses internal untuk inovasi.
  • Perspektif Learning and Growth : dalam mendukung ketiga pespektif di aas dibutuhkan kesiapan organisasi untuk mendukungnya yang ada dipespektif ini. dalam perspektif ini, intangible asset rganisasi diopimalkan dan dikembangkan serta diberdayakan sehingga siap untuk lingkungan yang turbulence.
2. Merancang Knowledge Management dengan pendekatan Balanced Scorecard
pengukuran KM dengan bantuan BSC akan sangat membantu organisasi, artinya sebelum organisasi mengolah (manage) KM yang dimiliki maka organisasi tersebut harus dapat mengukur Km yang dimiliki, seperti apa yang dikatakan oleh Kaplan "you can't manage, what you can't measure", sehingga pengelolaan Km atau intangible assets yang dimiliki dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap organisasi, sebagai bagian dari langkah organisasi ntuk memiliki keunggulan bersaing.

balanced scorecad

Kartu skor berimbang

Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced scorecard, BSC) adalah suatu konsep untuk mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak berfokus hanya pada berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.

Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan David P. Norton mulai mempublikasikan kartu skor berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced Scorecard pada tahun 1996. Sejak diperkenalkannya konsep aslinya, BSC telah menjadi lahan subur untuk pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan.

Di Indonesia, fenomena lain penggunaan BSC di pelbagai perusahaan cenderung jor joran dan mengarah ke asal (latah). Jika kita sebutkan beberapa nama perusahaan milik negara (BUMN) dari yang beraset besar hingga bermodal cekak, rata-rata sudah mengadopsi konsep BSC ini. Namun jika ditelaah saksama, ketahuan BSC sb sebatas konsep, tidak jelas ujung pangkal. Alhasil, meski sudah rame-rame menggunakan konsep BSC, pengelolaan BUMN masih tidak beranjak dari keadaan seperti 30 tahun lalu. Pekerja malas dan tidak produktif tetap digaji dan menikmati kenaikan pangkat. Orang berpretasi dan andal dihargai setara orang bodoh, asal sama-sama karyawan. Tidak ada yang dipecat karena berbuat salah. Pengelolaan keuangan sesuka hati yang sedang menjadi direksi. (POY)