Jumat, 02 April 2010

jurnal-2.

BALANCE SCORECARD DAN AKUNTAN SEBAGAI SUATU NILAI

"STRATEGIC PARTNER"

Oleh : Arfan Ikhsan Lubis

Peserta Magister Sains Akuntansi Universtias Diponegoro

ABSTRAK

Peran dari akuntan telah berubah. Dimana selama ini mereka hanya menggunakan fungsi- fungsi tradisional. Dengan perubahan peran akuntan ini, akuntan telah memasuki strategi organisasi yang baru. Sementara itu, Balance scorecard sebagai sistem manajemen mempunyai hubungan strategi dengan alat keuangan dan non-keuangan dalam empat kunci dari suatu organisasi, hal ini menjadi suatu alat yang benar-benar baik. Para akuntan dapat menggunakannya dalam soliditi posisi mereka sebagai suatu nilai dari anggota team organisasi.

Key Words: Balance Scorecard (BSC), Akuntan, Strategic Partner

I. PENDAHULUAN

Pada tahun-tahun belakangan ini, peran akuntan dalam organisasi telah berubah secara dramatis. Perubahan dramatis disini maksudnya dalam lingkup istilah "business partner" dan "strategic partner" yang lebih mengutamakan perluasan peran akuntan dalam keterlibatannya di organisasi. Pemicu dari semua ini terutama perubahan globalisasi dalam bidang bisnis yang akhir-akhlr ini semakin kencang. Karena perusahaan beroperasi secara multinasional, maka mereka mengharapkan penasehat keuangannya juga mempunyai pengalaman multinasional (Redaksi MA, 2002). Oleh karena itu, akuntansi menajemen strategik merupakan salah satu jawaban akuntansi atas problematika tersebut. Penggunaan akuntansi manajemen tradisional untuk maksimisasi profit dan tujuan jangka pendek, telah dikembangkan menjadi pendekatan yang berfokus pada pencapaian kompetensi perusahaan yang berkelanjutan. Jika akuntansi manajemen tradisional yang berorientasi pada penyajian informasi bagi pengambilan keputusan berdasarkan aspek akuntabilitas, pengendalian biaya dan maksimisasi laba jangka pendek diutamakan bagi level operasional perusahaan, akuntansi manajemen strategik justru mengembangkan ruang lingkup akuntansi menjadi suatu proses penyajian informasi yang juga ditujukan pada perubahan perilaku, tidak saja bagi tingkatan operasional perusahaan namun juga tingkatan manajemen yang lebih strategis (Hutagalung, 2002).

Dengan ditemukannya konsep "Balance Scorecard", maka perkembangan akuntansi terasa semakin cepat belakangan ini. BSC menekankan bahwa semua ukuran financial dan non financial menjadi bagian system informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran BSC lebih sekedar sekumpulan ukuran kinerja khusus financial dan nonfinancial. Semua tujuan dan ukuran ini diturunkan dari suatu proses dari atas ke bawah yang digerakkan oleh misi dan strategi unit bisnis. Hal ini menjadi bahan perhatian yang perlu dipertimbangkan, karena scorecard merupakan suatu benturan antara keharusan membangun suatu kapabilitas kompetitif jangka panjang dengan tujuan yang tidak tergoyahkan dari model akuntansi biaya keuangan historis (Lubis dan Sutapa, 2003), konsep ini juga termasuk kedalam dua perubahan signifikan dari pelaporan tradisional (Latslaw dan Choi, 2002). Pertama, penggabungan dari alat non-financial. Kedua, Perubahan terpenting dalam mensejajarkan alat dengan strategi perusahaan.

Dalam usaha menyatukan arah dari setiap unsur-unsur ini secara bersamaan, maka balance scorecard membantu top menajemen mengkomunikasikan strategi mereka kepada organisasi, dan mengevaluasi kemajuan prestasi serta strategi organisasi. Akuntan seharusnya merangkul konsep balance scorecard, dan seharusnya membolehkan dalam pengimplementasiannya. Jika hal tersebut dilakukan, akuntan dapat meningkatkan nilai mereka terhadap suatu organisasi dan soliditi posisi mereka sebagai nilai dan anggota strategi team manajemen.

2. PENGUKURAN KINERJA

Pada saat perusahaan di seluruh dunia mengubah dirinya untuk kompetisi yang didasarkan pada informasi, kemampuan mereka untuk mengeksploitasi aktiva tidak berwujud (intangible asset) telah menjadi semakin positif dibandingkan kemampuan mereka untuk berinvestasi dan mengatur asset nyata (physical asset). Dalam akuntansi manajemen tradisional, pengukuran kinerja manajemen hanya didasarkan pada aspek-aspek keuangan semata, sebab ukuran keuangan dapat dengan mudah diperoleh berupa nilai kuantitatif yang berasal dari laporan keuangan. Sementara kinerja-kinerja non keuangan diabaikan karena dianggap sulit diukur dan memiliki kelemahan yang cukup menggangu yaitu ketidak mampuannya mengukur aktiva tak berwujud (intangible asset) dan harta-harta intelektual sumberdaya manusia (Rahman, 2001).

Beberapa cara yang digunakan dalam manajemen tradisional untuk mengukur kinerja organisasi adalah dengan menggunakan ROI (return on Investment), EVA (Economic Value Added) dan lain-lain. Semua pengukuran tersebut menggunakan persfektif keuangan dalam jengka pendek, mungkin manajer dapat menghasilkan kinerja yang baik meskipun mengabaikan non keuangan, tetapi tidak untuk jangka panjang. Menilai kinerja perusahaan semata-mata dari aspek keuangan akan sangat menyesatkan kinerja, keuangan yang baik saat ini sangat boleh jadi telah mengorbankan/telah diciptakan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang. Sebaliknya, keuangan yang kurang baik saat ini, biasa disebabkan karena perusahaan melakukan investasi untuk kepentingan jangka panjang.

3. PERUBAHAN PERAN AKUNTAN

Pada Mei 1998, Peter Leitner menunjukkan beberapa perubahan signifikan dari peran akuntan. Dia mengatakan dalam artikelnya "beyond the number" accounting manager, pengendalian, treasures, dan chief financial officer mengharapkan organisasi mereka berjalan dibalik fungsi akuntansi tradisional, dan pengoperasiannya seperti strategi korporate yang baik. Bukti lebih lanjut dari peran perubahan akuntan terjadi pada Maret 1999, ketika Institute of Management Accountants (IMA) berubah nama dengan mempublikasikan "The Management Accountant" ke "Strategic Finance". Pemimpin IMA's mencium kegagalan akuntansi manajemen, tetapi perubahan diperlukan untuk memperluas peran akuntan yang bermain dalam organisasi (Latslaw dan Choi, 2002). Pada Juni 1999, George Deeble mengatakan bahwa "akuntan akan mampu berperan aktif dalam menjalankan perusahaan", dia mengatakan bahwa bagian terpenting dari membangun keberhasilan perusahaan telah mempunyai proses internal yang baik, dimana salah satu dari akuntan membantu perusahaan membangun infrastruktur yang baik". Kemungkinan contoh terbaik dari perubahan akuntan yang ditemukan dalam organisasi ditunjukkan dalam artikel "Counting More, Counting Less: Transformation in the Management Accounting Profession". Pada artikel September 1999, yang ditulis Russell, Siegel dan Kulesza membandingkan tanggapan mereka terhadap organisasi akuntan dari praktek IMA's 1999 dengan menganalisa akuntansi manajemen dan akuntan dari praktek IMA's 1995. Perbandingan ini menghasilkan beberapa perubahan signifikan yang terjadi dalam profesi akuntan manajemen selam lima tahun ini. Beberapa dari kesimpulan mereka adalah :

  • dibandingkan dengan lima tahun yang Ialu, 70 % dari responden merasakan bahwa orang-orang yang berada diluar dari fungsi finance mempercayai akuntan manajemen membawa nilai lebih bagi organisasi.
  • Akuntan yang bekerja pada bagian akuntansi, secara tradisional lebih dari 20% responden mengatakan bahwa setidaknya setengah dari akuntan manajemen sekarang beroperasi dibagian lokasi tersebut, dimana mereka melayani bagian dari business team.
  • Lebih dari lima tahun yang Ialu, ada perubahan yang signifikan ditempat kerja yang dilakukan akuntan manajemen. Hasilnya mengindikasikan bahwa lebih banyak waktu yang dihabiskan konsultan internal, dan banyak kritikan aktivitas akuntan terlibat didalam perancangan strategik.
  • Russel, Siegel, dan kulesza menyimpulkan bahwa akuntan menejemen akan menjadi lebih terlibat dalam menjalankan bisnis. Sebagai tambahan, peran dari akuntan manajemen telah berjalan sesuai "business partner" manjadi seorang anggota dari team manajemen strategik.

Pernyataan sebelumnya menyediakan bukti yang membandingkan peran akuntan dalam perluasan organisasi, dan akuntan semakin lama semakin berkesempatan menunjukkan kemampuan mereka dan meningkatkan nilai mereka bagi organisasi sebagai seorang anggota team manajemen strategik. Bagaimanapun juga, untuk beberapa lingkup, kesempatan ini dapat tertutup jika akuntan tidak mampu menangkap moment didalamnya.

Dalam artikelnya Jon Scheuman's pada April 1999, "Why isn't the controller Having More Impact", dia memperingatkan dalam banyak kasus bahwa Controllers telah gagal dalam memperbaiki executives dan manajer operasional sepanjang mereka membuat perencanaan. Balance Scorecard dapat menjadi suatu jenis alat bagi akuntan yang dapat membawa nilai bagi anggota dari team manajemen strategik.

4. BALANCE SCORECARD

Pada tahun 1992, Robert Kaplan dan David Norton memperkenalkan suatu sistem alat yang mereka sebut "The Balance Scorecard". Mereka mengatakan bahwa kekurangan dari manajemen terhadap organisasi semata-mata karena menggunakan alat keuangan tradisional, seperti return on investment dan earning pershare. Kaplan dan Norton menyadari bahwa ukuran keuangan telah berbeda dengan baik dalam suatu daerah industri. Tetapi keluaran dari langkah dengan kemampuan dan kompetensi perusahaan yang mencoba dikuasai pada saat ini, tingginya persaingan lingkungan yang dihadapi perusahaan (Kaplan dan Norton, 1992 dalam Latshaw dan Choi, 2002).

Balance Scorecard terdiri dari suatu susunan alat keuangan tradisional yang mengindikasikan bahwa hasil dari tindakan telah diambil, dan sasaran terhadap alat operasional mengindikatorkan terhadap kinerja laporan keuangan masa depan, yang lebih penting lagi, BSC dimulai dengan strategi organisasi dari tujuan operasional dan tujuan mendirikan, dan alat kinerja telah dikembangkan dalam jajaran dengan strategi organisasi. Akhirnya, alat keuangan ditentukan untuk memastikan bahwa hubungan diantara strategi dan perbaikan alat kinerja diterjemahkan kedalam memperbaiki keberhasilan keuangan.

Ada beberapa isu-isu kunci yang dibutuhkan dalam menyoroti hubungan didalam Balance Scorecard. Pertama, strategi organisasi adalah point awal dari proses bahwa memungkinkan top manajemen menjadikan dalam pikiran mereka apa yang menjadi strategi perusahaan adalah apa tujuan yang dibutuhkan menyelesaikan berdasarkan strategi. Secara objektif, kegiatan operasional dibutuhkan untuk menyempurnakan tujuan, dan alat operasional keuangan diperlukan untuk memonitor keberhasilan operasional, atau semua dilakukan berdasarkan strategi.

4 Persfektif dalam Balance Scorecard

Balance Scorecard menerjemahkan misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun kedalam empat persfektif yang meliputi, financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 1992 dalam Lubis dan Sutapa, 2003). Empat persfektif Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran obyektif yang keras dengan ukuran subjektif yang lebih lunak.

Persfektif Financial

BSC tetap menggunakan persfektif financial karena ukuran financial sangat penting bagi perusahaan. Ukuran financial memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Pada saat perusahaan melakukan pengukuran secara financial, maka hal pertama yang dilakukan adalah mendeteksi kebenaran industri yang dimilikinya, apakah dalam tahap perkembangan growth, sustain, atau harvest (Norton dan Kaplan; 1996, Monika; 2000). Ketiga tahapan tersebut mempunyai konsekuensi yang berbeda terhadap ukuran penelitian.

Dalam persfektif financial, scorecard memungkinkan para eksekutif senior setiap unit bisnis untuk menetapkan bukan hanya ukuran yang mengevaluasi keberhasilan jangka panjang perusahaan, tetapi juga berbagai variabel yang dianggap paling penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka panjang.

Persfeklif Pelanggan

Perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Segmen pasar merupakan sumber yang akan menjadi komponen penghasilan tujuan financial perusahan. Persfektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting-kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi, dan probabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran. Para manager juga harus mengenali apa yang dinilai tinggi oleh para segmen sasaran dan memilih proposisi nilai apa yang akan diberikan. Mereka kemudian dapat memilih tujuan dan ukuran dari tiga kelompok atribut, yang jika memuaskan memungkinkan perusahaan mempertahankan dan memperluas bisnis dengan pelanggan sasaran. Ketiga atribut itu adalah: atribut produk dan jasa, hubungan pelanggan serta citra dan reputasi.

Persfektif Proses Bisnis Internal

Dalam persfektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk:

a. Memberikan proposisi nilai yang menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan

b. Memenuhi harapan keuntungan financial yang tinggi dari para pemegang saham.

Persfektif proses ini mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yaitu pendekatan tradisional dengan pendekatan BSC. Pendekatan tradisional berusaha memantau dan meningkatkan proses bisnis yang ada saat ini. Sedangkan pendekatan BSC memadukan berbagai proses inovasi dalam persfektif proses bisnis internal. Pada peraga dibawah akan digambar suatu persfektif rantai nilai proses bisnis internal. Sistem pengukuran kinerja tradisional terfokus kepada proses penyampaian produk dan jasa perusahaan saat ini kepada pelanggan. Sistem tradisional digunakan dalam upaya mengendalikan dan memperbaiki proses saat ini yang dapat diumpankan sebagai gelombang pendek penciptan nilai. Gelombang pendek ini dimulai dengan diterimanya pesanan produk (jasa) perusahaan dan pelanggan dan berakhir dengan menyerahkan kepada pelanggan. Perusahaan menciptakan nilai dengan memproduksi, menyerahkan, dan memberikan produk dan layanan kepada pelanggan dengan biaya dibawah harga yang dibayar oleh pelanggan.

Persfektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Persfektif ini mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan dihasilkan dari : person, sistem dan prosedur perusahaan. Sementara kelompok pekerja yang utama dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) yaitu : kepuasan, produk dan retensi yang memberikan ukuran hasil dari investasi yang ditawarkan atas para pekerja, sistem dan keselarasan perusahaan. Berbagai tujuan ini diartikulasikan dalam persfektif pembelajaran dan pertumbuhan Balance Scorecard. Secara keseluruhan BSC menerjemahkan visi dan strategi keberbagai tujuan dan ukuran dalam seperangkat persfektif yang seimbang. Scorecard terdiri atas berbagai ukuran hasil yang diinginkan perusahaan dan juga berbagai proses yang akan mendorong tercapainya hasil masa depan yang diinginkan.

Dalam perkambangan selanjutnya BSC tidak hanya dipakai untuk mengukur kinerja organisasi saja, tetapi berkembang menjadi inti dari sistem manajemen strategik. (Lubis dan Sutapa, 2003). Lebih dari sekedar pengukuran, BSC merupakan sistem manajemen yang memotivasi breakthrough improvement dalam semua bidang kritis, seperti produk, proses dan pelanggan serta pengembangan pasar. Ada empat proses manajemen strategik yang mengkombinasikan tujuan jangka panjang dan jangka pendek secara optimal yaitu :

  • Proses Translating the Vision. Proses ini membantu manager membangun konsensus visi dan strategi organisasi.
  • Proses Communicating and Linking. Proses ini mengajak manajemen mengkonfirmasikan tujuan individu dan departemen, setting tujuan, serta menghubungkan dengan reward dengan kinerja.
  • Proses Business Planning. Proses ini memungkinkan perusahaan mengintegrasikan perencanaan bisnis dan keuangan yang meliputi setting target, alokasi sumber daya, pelurusan inisiatif strategi dan penetapan kejadian-kejadian penting.
  • Proses Feedback and Learning. Mengartikulasikan bagian visi, menyiapkan umpan balik strategi, memfasilitasi review dan learning strategi.

5. MENUJU SISTEM MANAJEMEN STRATEGIK BARU

Tujuan dan pengukuran dalam BSC dijabarkan dari visi dan strategi dari perusahaan, sehingga tujuan penyempurnaan akuntansi manajemen agar terkait langsung dengan strategi perusahaan dapat tercapai. Setelah menilai kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi kompetisi dalam sebuah industri dan penyebab yang mendasarinya, ahli strategi perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan dan kelemahan yang terpenting dilihat dari sudut pandang strategik adalah postur perusahaan berkaitan dengan penyebab yang mendasari dari masing-masing kekuatan. Dimana posisinya terhadap pengganti? Terhadap sumber hambatan masuk?

Kemudian ahli strategi dapat membagi sebuah rencana tindakan yang dapat memasukkan, 1. Positioning perusahaan sehingga kemampuannya memberikan pertahanan terbaik terhadap kekuatan kompetitif. 2. Mempengaruhi keseimbangan kekuatan melalui langkah strategi sehingga meningkatkan posisi perusahaan, dan 3. Pengantisipasian pergeseran dalam faktor-faktor yang mendasari kekuatan dan meresponnya, dengan harapan perubahan eksploitasi dengan pemilihan sebuah strategi yang memadai untuk keseimbangan kompetitif baru sebelum lawan menyadarinya. Tujuan dan pengukuran tersebut memandang kinerja perusahaan dari empat persfektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses belajar dan pertumbuhan. BSC memberikan kerangka pemikiran untuk menjabarkan strategi kedalam segi operasionalnya. Dengan BSC tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam ukuran finansial, melainkan dijabarkan lebih lanjut kedalam pengukuran bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai terhadap pelanggan yang ada sekarang dan dimasa yang akan datang dan bagaimana unit usaha tersebut harus meningkatkan kemampuan internalnya serta investasi pada manusia, sistem, prosedur yang dibutuhkan untuk memperoleh kinerja yang lebih baik dimasa mendatang.

Banyak perusahaan menerapkan konsep balance scorecard untuk meningkatkan sistem pengukuran kinerja mereka. Penerapan konsep ini memberikan klarifikasi, konsensus, dan fokus pada peningkatan yang diharapkan dalam kinerja. Baru-baru ini, banyak perusahaan memperluas penggunaan balance scorecard mereka, yang menggunakannya sebagai landasan dari sistem manajemen strategic literatif terpadu (Rahman, 2001). Perusahaan menggunakan balance scorecard untuk:

  • Mengklarifikasi dan memperbaharui strategi
  • Mengkomunikasikan strategi diseluruh perusahaan
  • Menyesuaikan tujuan unit dan individu dengan strategi
  • Menghubungkan dengan target jangka panjang dan anggaran tahunan
  • Identifikasi dan penyesuaian inisiatif strategik
  • Pelaksanaan review kinerja berkala untuk mempelajari dan meningkatkan strategi.

Kemungkinan banyak perusahaan yang telah menggunakan gabungan antara ukuran financial dan nonfinancial, baik dalam tinjauan manajemen senior maupun dalam berhubungan dengan dewan direksi. Khususnya dalam beberapa tahun terakhir ini, dengan diperhatikannya kembali pelanggan dan proses mutu telah menyebabkan banyak perusahaan berusaha mendapatkan dan mengkomunikasikan ukuran kepuasan dan keluhan pelanggan, tingkat kesalahan produk dan proses, dan keterlambatan pengiriman produk. Ukuran yang cocok harus merupakan hubungan sebab akibat, serta gabungan berbagai ukuran hasil dan faktor pendorong kinerja perusahaan.

Balance Scorecard memungkinkan sebuah perusahaan untuk menyesuaikan proses manajemennya dan memfokuskan organisasi keseluruhan pada implementasi strategi jangka panjang. Tanpa balance scorecard, kebanyakan organisasi tidak mampu untuk mencapai konsistensi visi dan aksi serupa ketika mereka berupaya untuk merubah arah dan memperkenalkan proses dan strategi baru. Balance scorecard mamberikan kerangka untuk pengaturan implementasi strategi selain juga memungkinkan strategi itu sendiri untuk berkembang sebagai respon terhadap perubahan dalam pasar kompetitif perusahaan dan lingkungan teknologi.

6. PENUTUP

Penggunaan akuntansi manajemen tradisional untuk maksimimasi profit dan tujuan jangka pendek, telah dikembangkan menjadi pendekatan yang berfokus pada pencapaian kompetensi perusahaan yang berkelanjutan. Dengan ditemukannya konsep "Balance Scorecard", maka perkembangan akuntansi terasa semakin cepat belakangan ini. BSC menekankan bahwa semua ukuran financial dan non financial menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja disemua tingkat perusahaan. Tujuan dan ukuran BSC lebih sekedar sekumpulan ukuran kinerja khusus financial dan nonfinancial.

Balance Scorecard terdiri dari suatu susunan alat keuangan tradisional yang mengindikasikan bahwa hasil dari tindakan telah diambil, dan sasaran terhadap alat operasional mengindikatorkan terhadap kinerja laporan keuangan masa depan, yang lebih penting lagi, BSC dimulai dengan strategi organisasi dari tujuan operasional dan tujuan mendirikan, dan alat kinerja telah dikembangkan dalam jajaran dengan strategi organisasi. Penerapan konsep ini memberikan klarifikasi, konsensus, dan fokus pada peningkatan yang diharapkan dalam kinerja. Baru-baru ini, banyak perusahaan memperluas penggunaan balance scorecard mereka, yang menggunakannya sebagai landasan dari sistem manajemen strategic literatif terpadu.

Senin, 22 Maret 2010

jurnal-abstract PI "Tentang Metode Balance Scorecard"

PROVIDING FEEDBACK TROUGH AND BEYOND THE BALANCED SCORECARD

Despite of the obvious importance of feedback loops in organization control they have a surprisingly underresearched status. this researche focuses on the existence and use of different feedback channels in the context of formal information system, here balanced scorecard. in the light of the apparent limitations that formal systems have in their ability to produce all relevant information, and this is widely cited in previous literature it is examined more closely what other types and channels of feedback poeple are using to see how they are doing in term of a strategies and goals, especially in the local levels of the company.

This other feedback can be derived either formally from other systems, like local operasional control systems, or informally in social interaction with each others in or between organizations. Especially, the interplay of these various feedback flows are examined in order to find out if there are possible complementaries, or tensions between them and if so, why. The assumptions of the normative balanced scorecard literature will be analyzed trought three decision-making models adopted from organizational theories, namely economic rationality; bounded rationality; and garbage can model, in order to understand how the normative balanced scorecard literature acknowledges informal aspects of organizational behavior. The validity of the assumptions is then tested in a real life setting in one case company using the balanced scorecard

Selasa, 16 Maret 2010

dampak keperilakuan dalam bidang akuntansi

1. Mengapa Perlu Mempertimbangkan Keperilakuan pada Akuntansi?

Akuntansi bukanlah sesuatu yang statis, tetapi akan selalu berkembang sesuai dengan pekembangan lingkungan akuntansi serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya (Khomsiah dalam Arfan & Ishak, 2005). Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dan faktor sosial secara jelas didesain dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh sistem akuntansi. Dan para akuntan belum pernah mengoperasikan akuntansi pada sesuatu yang fakum. Para akuntan secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi.Penjelasan di atas menunjukan adanya aspek keperilakuan pada akuntansi, baik dari pihak pelaksana (penyusun informasi) maupun dari pihak pemakai informasi akuntansi. Pihak pelaksana (penyusun informasi akuntansi) adalah seseorang atau kumpulan orang yang mengoperasikan sistem informasi akuntansi dari awal sampai terwujudnya laporan keuangan. Pengertian ini menjelaskan bahwa pelaksana memainkan peranan penting dalam menopang kegiatan organisasi. Dikatakan penting sebab hasil kerjanya dapat memberikan manfaat bagi kemajuan organisasi dalam bentuk peningkatan kinerja melalui motivasi kerja dalam wujud penetapan standar-standar kerja. Standar-standar kerja tersebut dapat dihasilkan dari sistem akuntansi.Dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika pelaksana sistem informasi akuntansi tidak memahami dan memiliki kerja yang diharapkan. Bukan saja laporan yang dihasilkan tidak handal dalam pengambilan keputusan, tetapi juga sangat berpotensi untuk menjadi bias dalam memberikan evaluasi kinerja unit maupun individu dalam organisasi. Untuk itu motivasi dan perilaku dari pelaksana menjadi aspek penting dari suatu sistem informasi akuntansi.Di sisi lain, pihak pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: pihak intern (manajemen) dan pihak ekstern (pemerintah, investor/calon investor, kreditur/calon kreditur, dan lain sebagainya).

Bagi pihak intern, informasi akuntansi akan digunakan untuk motivasi dan penilaian kinerja. Sedangkan bagi pihak ekstern, akan digunakan untuk penilaian kinerja sekaligus sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis. Di samping itu pihak ekstern, juga perlu mendiskusikan berbagai hal terkait dengan informasi yang disediakan sebab mereka mempunyai suatu rangkaian perilaku yang dapat mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan bisnisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi.Sejak meningkatnya orang yang sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi, terdapat suatu kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih subtansial. Perspektif perilaku menurut pandagan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.

2. Bagaimana Persyaratan Pelaporan Mempengaruhi Perilaku Akuntansi?

Perkembangan organisasi bisnis saat ini penuh dengan persyaratkan untuk melaporkan informasi kepada pihak lain tentang siapa atau apa, bagaimana menjalankan organisasi, dan untuk siapa harus bertanggungjawab. Hal ini pada umumnya disebut sebagai ”persyaratan” pelaporan, meskipun beberapa diantaranya mungkin tidak dapat dipaksakan. Intisari dari proses akuntansi adalah komunikasi atas informasi yang memiliki implikasi keuangan atau manajemen. Karena pengumpulan atau pelaporan informasi mengkonsumsi sumber daya, biasanya hal tersebut tidak dilakukan secara suka rela kecuali pembuat informasi yakin bahwa hal ini akan mempengaruhi penerima untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan oleh pelapor/pembuat. Persyaratan pelaporan dapat mempengaruhi perilaku dalam beberapa cara, diantaranya adalah:

Antisipasi penggunaan informasi. Persyaratan pelaporan kemungkinan besar akan mempengaruhi perilaku pembuat ketika informasi yang dilaporkan merupakan deskripsi mengenai perilaku pembuat itu sendiri, atau untuk mana pembuat tersebut akan bertanggung jawab. Semakin informasi yang dilaporkan mencerminkan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh pembuat, maka akan semakin besar kemungkinan bahwa perilku pembuat akan dimodifikasi. Pembuat dapat merasa cukup pasti bahwa perubahan dalam perilaku akan mengarah pada perubahan yang diinginkan dalam informasi yang dilaporkan.

Prediksi pengirim mengenai penggunaan informasi. Kadang kala penerima menyatakan secara jelas bagaimana mereka menginginkan pembuat laporan berperilaku, meskipun sulit untuk dicapai secara simultan seperti: laba jangka pendek yang tinggi, pertumbuhan jangka panjang, atau citra publik yang baik. Apabila pembuat laporan bertanggung jawab kepada penerima maka ia akan berperilaku dalam cara-cara yang menyenangkan mengenai apa yang harus dilaporkan, mengenai tindakan dan hasil yang manakah yang penting bagi penerima. Namun ketika orang tidak merasa pasti mengenai bagaimana informasi tersebut akan digunakan, maka pembuat laporan memiliki pekerjaan sulit untuk memprediksi kapan dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan. Kemungkinan besar akan mendasarkan pada prediksi sesuai dalam situasi yang serupa dalam pengalamannya atau bagaimana mereka akan menggunkannya jika berada pada penerima informasi tersebut.

Insentif/sanksi. Kekuatan dan sifat dari penerima terhadap pembut laporan adalah penentu yang penting dalam mengubah perilakunya. Semakin besar potensi yang ada untuk memberikan penghargaan atau sanksi semakin hati-hati pembuat laporan akan bertindak dan memastikan bahwa informasi yang dilaporkan dapat diterima. Misalnya saja, mahasiswa kemungkinan besar akan mengerjakan tugasnya ketika tugas tersebut dikumpulkan dan diberi nilai dibandingka jika tidak, meskipun manfaat pembelajaran dalam kedua kasus tersebut adalah sama.

Penentuan waktu. Waktu adalah faktor penting dalam menentukan apakah persyaratan pelaporan akan menyebabkan perubahan dalam perilaku pembuat laporan atau tidak. Supaya persyaratan pelaporan dapat menyebabkan perubahan perilakunya, ia harus mengetahui persyaratan tersebut sebelum ia bertindak. Sehingga jika persyaratan plaporan yang sebelumya dikenakan setelah perilaku yang dilaporkan, maka akan dapat diketahui pada pembuatan laporan berikutnya.

Pengarahan perhatian. Suatu persyaratan pelaporan dapat menyebabkan pembuat mengubah perilakunya. Hal itu kemungkinan informasi memiliki suatu cara untuk mengarahkan perhatian pada bidang-bidang yang berkaitan dengannya, yang dapat mengarah pada perubahan perilaku.

3. Bagaimana Dampak dari Persyaratan Pelaporan Akuntansi ?

Persyaratan pelaporan dapat mempengaruhi perilaku disemua bidang akuntansi: keuangan, perpajakan, akuntansi manajerial dan akuntansi sosial. Secara terperinci dampak tersebut dapat dijelaskan di bawah ini.

* Akuntansi keuangan. Terdapat beberapa prinsip akuntansi yag diterapkan setelah diperdebatkan terlebih dahulu mengenai dampak mengenai yang ditimbulkannya. Beberapa hal yang kontraversial dari pernyataan standar akuntansi tersebut merupakan contoh mengenai bagaimana prinsip akuntansi mempengaruhi perilaku. Contoh-contoh tersebut meliputi: ”Bagaimana perlakuan atas kerugian akibat melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar?” dan ”bagaimana perlakuan atas kelebihan nilai pembayaran kontrak utang dalam mata uang asing?”. Setelah mengalami proses perdebatan dari berbagai kelompok (pemerintah, praktisi bisnis, akademisi) melahirkan ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan) No. 4 yang menginterpretasikan PSAK (Peryataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 10 mengenai transaksi dalam mata uang asing. Dalam interpretasi tersebut dinyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh tigkat inflasi yang luar biasa (di atas 133%) dan melibatkan transaksi operasi dalam mata uang dolar dapat dikapitalisasi oleh organisasi/perusahaan. Prinsip akuntansi yang kontraversial lainnya termasuk perlakuan atas biaya penelitian dan pengembangan, serta persyaratan pelaporan akuntansi atas inflasi yang mengharuskan dibuatnya penyesuaian dalam laporan keuangan. Demikian pula halnya dengan akuntansi untuk minyak dan gas bumi.

* Akuntansi perpajakan. Umumnya persyaratan pelaporan akuntansi perpajakan dipandang rumit dan sulit bagi banyak pembayar pajak. Beberapa persyaratan telah dikenakan tidak hanya kepada pembayar pajak, tetapi juga pada pihak lain seperti karyawan dengan maksud untuk membuat hukum pajak lebih dipatuhi. Suatu keharusan catatan yang rinci atas pengurangan beban bisnis merupakan contoh yang paling baru dan kontraversial mengenai dampak perilaku dari persyaratan pelaporan pajak. Yang dalam faktanya, catatan rinci tersebut tidak perlu dilaporkan tetapi pembayar pajak dan penyusun pajak diharuskan untuk melaporkan bahwa catatan itu disimpan dan tersedia untuk diperiksa.

* Akuntansi manajerial. Manajemen dapat memberlakukan persyaratan pelaporan internal apapun yang diinginkannya kepada bawahan. Pos-pos yang dilaporkan dapat bersifat keuangan, operasional, sosial atau suatu kombinasi. Tetapi hanya terdapat sedikit data akuntansi manajemen yang tersedia bagi publik karena data tersebut jarang dilaporkan diluar organisasi. Disamping itu sangat sulit untuk digeneralisasi karena setiap organsasi memiliki sistem akuntansi manajemen yang berbeda-beda.

* Akuntansi sosial. Masih terdapat relatif sedikit mengenai dampak dari akuntansi sosial bagi publik karena akuntansi sosial adalah bidang perhatian yang masih relatif baru. Salah satu bidang pembahasan dari akuntansi sosial adalah delima penyusunan laporan, polusi dan keamanan produk.


Senin, 08 Maret 2010

Pengertian Metodologi dan Riset

Metodologi dan Metodologi Riset?

Apakah arti metodologi? Sederhana : pengetahuan tentang metoda. Metoda berarti cara atau teknik untuk melakukan sesuatu. Jadi metodologi adalah pengetahuan tentang cara untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, metodologi riset berarti pengetahuan tentang cara untuk melakukan riset. Agar mudah dipahami, mengikuti tahapan pelaksanaan, metodologi riset dapat dikelompokkan menjadi dua : pengetahuan tentang metoda pengumpulan data dan pengetahuan tentang metoda analisis data. Pengumpulan data dilakukan sebelum analisis data.

Rabu, 24 Februari 2010

Audit manajemen pemasaran

Audit Pemasaran: Kunci Sukses Yang Tersisih
Wilson Arafat
16 Mei 2006

Kompleksitas permasalahan yang harus dihadapi dunia bisnis di dalam mengelola perusahaan merupakan sebuah keniscayaan. Kerap, kompleksitas permasalahan tersebut menggiring top management terperosok pada lubang jebakan dengan melihat permasalahan dengan menggunakan ’kaca mata kuda’. Tidak jarang persoalan yang timbul hanya ditangkap dari satu sudut pandang. Padahal ’penyakit’ yang berhasil dideteksi tersebut hanyalah symptom, bukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Konsekuensinya adalah effort yang dikeluarkan untuk ’menyembuhkan penyakit’ perusahaan menjadi sia-sia belaka, jauh dari sebuah upaya yang efektif.

Audit pemasaran --yang merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap segenap program pemasaran pada suatu perusahaan atau unit bisnis secara komprehensif, sistematis, independen, dan berkala-- terbukti ampuh untuk menepis fenomena tersebut dengan memberikan pendekatan yang terstruktur terhadap pengumpulan dan analisis data/informasi pada lingkungan bisnis yang kompleks dan selanjutnya dapat ditindak lanjuti dengan melakukan langkah-langkah korektif sehingga efektivitas program-program pemasaran dapat tercapai.

Kasus O’Brien Candy Company –perusahaan kembang gula di Amerika Tengah-- dapat memberikan gambaran betapa pentingnya pelaksanaan audit pemasaran. Suatu ketika, perusahaan tersebut pernah menghadapi persoalan berat berupa penurunan tingkat penjualan dan keuntungan. Top management berpendapat bahwa penyebabnya terletak pada tenaga penjual yang dianggap tidak bekerja keras dan kurang terampil. Untuk itu, mereka memperkenalkan suatu sistem perangsang konpensasi baru dan mempekerjakan pelatih tenaga penjualan untuk mendidik para pegawai penjualan dalam bidang perniagaan dan teknik-teknik penjualan moderen.

Akan tetapi, sebelum melakukan hal tersebut, mereka memutuskan untuk mempekerjakan konsultan pemasaran untuk melakukan audit pemasaran dengan menghasilkan kesimpulan tegas tentang permasalahan perusahaan O’Brien yang tidak akan terpecahkan dengan cara-cara peningkatan kemampuan tenaga penjualan; karena permasalahan yang sesungguhnya dihadapi perusahaan bersifat lebih mendasar. Antara lain (a) Tujuan-tujuan pemasaran perusahaan tidak jelas dan tidak realistis, (b) Strategi perusahaan tidak memperhitungkan perubahan pola penyaluran atau menyelenggarakan perubahan pasar yang cepat, (c) Perusahaan lebih dijalankan oleh organisasi penjualan daripada oleh organisasi pemasaran, (d) Jajaran produk perusahaan berada dalam keseimbangan yang mengkhawatirkan. Dua macam produk yang menonjol menanggung 75% dari seluruh penjualan dan tidak memiliki potensi untuk berkembang, (e) Serangkaian variabel pemasaran (marketing mix) perusahaan tidak seimbang dan terlalu banyak menghabiskan dana untuk tenaga penjualan tapi tidak cukup untuk bagian pengiklanan, (f) Perusahaan tidak memiliki prosedur pengembangan produk baru secara berhasil, (g) Usaha penjualan tidak terarah pada perhitungan yang menguntungkan.

Ternyata persoalan yang ditangkap top management O’Brien bahwa tenaga penjual yang dianggap kurang kerja keras tidak lebih dari sekedar symptom. Akar permasalahan perusahaan baru dapat ditangkap secara utuh setelah melaksanakan audit pemasaran. Kasus O’Brien secara gamblang menunjukkan betapa pentingnya audit pemasaran untuk mengetahui permasalahan pemasaran yang sesungguhnya dihadapi perusahaan. Tanpa melakukan audit pemasaran maka persoalan perusahaaan O’Brien tak kunjung terpecahkan karena upaya manajemen untuk membasmi ‘penyakit’ dilakukan dengan ‘obat’ yang tidak tepat.

Audit pemasaran tidak hanya memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan yang sedang dirundung persoalan. Dalam situasi normal, berbagai industri dapat melaksananakan audit pemasaran dan menindaklanjutinya dengan baik. Dampaknya adalah perusahaan mampu memperkecil kesenjangan negatif antara lingkungan bisnis dengan strategi, taktik, dan kapasitas internal perusahaan sehingga memiliki tingkat return on investment (ROI) yang jauh lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memperhatikan audit pemasaran sebagaimana mestinya.

Ini dapat dilihat dari penelitian yang menunjukkan bahwa perusahaan dengan kesenjangan negatif besar mempunyai ROI lebih kurang setengah dari perusahaan dengan kesenjangan negatif kecil. Tidak mengherankan bila sejumlah perusahaan terkemuka di manca negara telah memahami arti penting dan mengimplementasikan audit pemasaran sehingga kontrol strategi perusahaan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan perencanaan pemasaran yang telah ditetapkan. Di samping itu, program pemasaran dapat berjalan secara lebih efektif yang pada gilirannya kinerja pemasaran dapat terus ditingkatkan.

Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa pelaksanaan audit pemasaran akan memastikan strategic control mechanism perusahaan dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga memudahkan pencapaian tujuan, siasat, dan sistem pemasaran yang disesuaikan secara optimal dengan lingkungan pemasaran; sekarang maupun masa mendatang; sebagai strategic control dan sekaligus merupakan alat penilai keberhasilan pemasaran (marketing effectiveness rating instrument) yang akan menggambarkan keberhasilan pemasaran secara menyeluruh.

Arti penting audit pemasaran akan semakin dirasakan ketika perusahaan memahami sejumlah keuntungan yang akan dipetik apabila rekomendasinya dilaksanakan dengan baik. Manfaatnya adalah (a) Memberikan evaluasi yang independen dan tidak bias terhadap program-program pemasaran, termasuk strategi, penawaran, dan kreativitas suatu perusahaan, (b) Dapat mengidentifikasi area-area yang dibutuhkan dalam meningkatkan dan menghasilkan saran-saran dan ide-ide yang spesifik serta cara memperbaiki, (c) Identifikasi tersebut termasuk beberapa cara (several ways) untuk memperbaiki respon pemasaran, (d) Memberikan ide-ide baru yang segar, teknik-teknik, dan new direction pada masa datang, (e) Membantu perusahaan secara periodik dalam menganalisis upaya pemasaran, meng-create serta merevisi pendekatan pemasaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Kita juga dapat mengacu kepada Brownlie yang mengutip sejumlah pakar seperti Phillip Kotler dan Aubrey Wilson yang menjelaskan bahwa audit pemasaran bermanfaat untuk (a) To judge an organization’s overall commitment to a marketing orientations, (b) To measure the extend to which marketing objectives have been achieved, (c) To indicate whether the route chosen (marketing strategy) was the most effective and profitable, (d) To indicate whether particular marketing activities are better intensified, adjusted or dproped.

Dengan demikian tidak berlebihan jika Hermawan Kartajaya menyatakan bahwa audit pemasaran adalah merupakan aktivitas vital yang sangat menentukan kesuksesan suatu perusahaan. Sementara Malcom McDonald berpendapat bahwa dalam iklim pasar yang semakin kompetitif saat ini, keberhasilan di masa depan datang dari perencanaan pemasaran yang cermat dan pelaksanaan audit pemasaran sangat menentukan keberhasilan implementasi perencanaan pemasaran tersebut.

Ironisnya, secara umum organisasi-organisasi bisnis yang ada di negeri ini belum melaksanakan audit pemasaran dengan keteguhan hati. Tidak banyak dari mereka yang aware terlebih lagi telah melaksanankannya secara ’paripurna’ di dalam menjalankan putaran roda perusahaan. Dheny Haryanto mengungkapkan hal ini dengan menyatakan bahwa audit pemasaran merupakan sebuah tahapan yang kerap terlupakan. Vice versa, melalui audit pemasaran, banyak perusahaan di manca negara mampu mendemonstrasikan hasil yang begitu baik, meyakinkan, dan signifikan yang mampu menopang peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Sejumlah penelitian dan fakta empiris juga mununjukkan bahwa audit pemasaran yang baik dan benar mampu memberi manfaat besar bagi perusahaan dalam meningkatkan efektivitas dan kinerja pemasaran. Dengan demikian sangat argumentatif jika penulis menarik benang merah yang tegas bahwa audit pemasaran merupakan kunci sukses bisnis di era milenium baru. Jangan lagi disisihkan!!!

Kini saatnya segenap organisasi bisnis mulai melirik, mempelajari, mendalami, dan melaksanakan audit pemasaran dengan baik dan benar sehingga suatu perusahaan yang mengimplementasikan dapat memetik manfaat sehingga mampu meningkatkan efektivitas pemasaran yang pada gilirannnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Senin, 15 Februari 2010

judul PI.abstrak

judul PI yang akan saya ambil adalah Penerapan Sistem Just In Time pada Perusahaan Konveksi

Operasi Just In Time merupakan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi dan mengeliminir segala sumber pemborosan dalam aktifitas produksi, dengan memberikan komponen produksi yang tepat, serta pada tempat dan waktu yang tepat.

elemen kunci sistem JIT :
1. jumlah pemasok yang tebatas
2. tingkat persediaan yang minimal
3. pembenahan tata letak pabrik
4. pengurangan set up mesin
5. kendali mutu terpadu (Total Quality Control, TQC)
6. tenaga kerja yang fleksible

alasan saya memilih judul ini ingin lebih memahami penerapan-penerapan dalam memproduksi suatu jenis pakaian agar tidak terjadi pemborosan baik pemborosan bahan baku, mesin maupun tenaga kerja disamping itu saya tertarik masalah fashion.

pengertian riset akuntansi

Riset Akuntansi dalam arti luas adalah suatupemeriksaan atau pengujian yang teliti atau kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip penyelidikan yang tekun guna menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktifitas ekonomi dan kondisi keuangan perusahaan.

Riset Akuntansi dalam arti sempit adalah cara sistematik untuk maksud meningkatkan memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang ekonomi yang dapat disampaikan atau dikomunikasikan dan diuji (diverifikasi) peneliti lain.